TRILOGI LOYO SI BROTO

#1
Broto adalah seorang penggali kubur. Broto menyukai pekerjaannya, sebagaimana dia menyukai hidupnya. Mengubur orang mati, mendengar isak tangis, mengikuti lantunan doa, ketiganya sudah menjadi bagian hidup seorang Broto. Jika ditanya apakah dia takut mati, Broto selalu mantap menjawab "tidak". Karena menurutnya, kematian adalah kedamaian paling sempurna. Terlepas dari bagian dari semesta mana yang dituju, surga atau malah neraka. Ah ya, Broto mungkin tidak terlalu agamis, pun dalam hal ritual peribadatan tidak begitu bagus.Tapi dia memeluk sebuah agama, meyakini adanya Tuhan. Broto baik, setidaknya sebagai umat yang masih beriman.

Suatu malam, Broto bermimpi. Seseorang yang dia kubur pada siang hari, memintanya untuk datang menggali kuburnya. Karena pikiran Broto langsung tertuju pada isyarat mati suri, dia bergegas mengambil cangkul. Sesampainya di sana, dia melihat kuburan yang hendak dia gali malah telah menjadi lubang menganga. Anehnya lagi, setelah cahaya senter di arahkan ke lubang tersebut, tidak terlihat sama sekali dasarnya. Broto kemudian memberanikan diri untuk memeriksa, namun di luar dugaan, cangkul yang sempat dia letakan tiba-tiba memukul bagian belakang lehernya. Broto terjatuh begitu saja ke dalam. Kemudian cangkul tersebut dengan cepat menguburnya. Setelahnya, nasib Broto tidak diketahui selain ... mati.

Belasan meter dari kuburan tersebut, tepatnya di bawah sebuah pohon, terlihat seseorang terbungkus kafan. Perlahan dia melepas balutan kainnya, kemudian duduk dan melihat sekeliling. Dari kejauhan, sebuah cangkul melayang mendekat. Tepat setengah meter di depan muka orang tadi, dengan ajaib ia berbicara "Selamat datang. Namamu Broto. Gunakan aku sebagai teman." lalu terjatuh seketika. Seseorang yang pada akhirnya menerima nama, terlebih keadaan membingungkan yang menimpanya, kemudian berdiri dan berjalan menuju perkampungan. Dia rasa, akan ada yang mati. Dia −dengan entah kenapa− terdorong untuk mempercepat prosesnya.

Pagi datang. Ayam berkokok. Broto menangis. Sebuah cangkul tampak menancap di perutnya. Dengan darah di sekelilingnya, dia menulis pada dinding...

#2
Sebagai pria paruh baya yang hidup sebatang kara, Broto meyakini jika jauh di luar sana, anak bungsunya masih hidup. Namanya Budi, bocah kemayu berbadan kurus. Budi sebenarnya bukan anak kandung Broto. Dia tidak pernah menikah. Budi ditemukan di kolong jembatan di mana sampah umum dibuang. Broto tidak menemukan Budi begitu saja. Kala itu, Broto yang baru saja pulang bekerja mendengar suara kucing. Setelah mencari, menemukan dan kemudian menghampiri, Broto yang mengikuti asal suara tadi mendapati sebuah kardus. Di dalamnya ada seorang bayi, dikerubungi tiga ekor kucing kecil. Broto yang iba, membawa mereka pulang. Sesampainya di rumah, Broto berpikir dan memutuskan. Dia ingin menjadi seorang ayah.

Broto menamai ketiga anak kucingnya “Marx”, “Lenin” dan “Mao”. Sementara si bungsu diberi nama Budi. Dia beda sendiri karena menurut Broto, “Budi” terdengar catchy. Budi diharapkan Broto bisa menjadi penerusnya, mengingat ketiga umur saudaranya sangat terbatas. Broto ingin Budi menjadi penggali kubur yang kelak menguburkannya.

Namun, malang bagi Broto. Pada suatu hari, Budi pergi. Meninggalkan secarik kertas dengan pesan absurd: "Pak, Budi kepengen jadi gembel. Kalau bapak udah mau mati, wasap aja." Broto kesal sekaligus sedih. Tidak mengerti jalan pikiran Budi. Tapi, yang jelas Broto tidak ingin mengekang anaknya. Dia ingin seperti ayahnya dulu. Mendukung keinginan anaknya. Apapun itu. Sekalipun apa yang diinginkan si anak adalah membunuh keluarga besarnya sendiri.

#3
Budi adalah gembel di era informatika. Memiliki smartphone, juga aktif bermedia sosial. Tidak ketinggalan gemar menonton Youtube, berharap menjadi generasi berwawasan luas. Berpemahaman cerdas.

Sehari-hari, Budi biasa beroperasi di sekitar jalan Sedap Malam dan Terang Bulan. Demi mendapat belas kasihan, dia menjajakan kesedihan. Dari sanalah kebutuhan hidupnya bisa tercukupi. Di waktu senggang, Budi sering berpikir jika masalah terbesar negeri ini adalah generasi yang menurut dia bodoh. Penyebab bermacam error. Penyebab bermacam sistem menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Singkat cerita, belasan tahun berlalu. Setelah melewati dinamika kehidupan bahkan sampai ke level terendah, Budi berhasil menjadi Youtuber. Lengkap dengan label tambahan: “influencer”. Tema video Budi selalu tentang bagaimana menjadi manusia seperti dirinya, berkualitas. Di kejauhan, seorang pria tua tampak rajin menonton video-video rilisan Budi. Namun, dia menonton dengan rasa malu dan bersalah. Merasa telah gagal sebagai manusia, yang sebelumnya dia kira sudah cukup dengan sekedar diberi hidup dan kesadaran: usahakan berguna bagi sekitar lalu skala lebih besar.

Pria tersebut kemudian diketahui bunuh diri, setelah dirasa cukup menangisi ketidakbergunaannya. Pada secarik kertas yang ditemukan di saku celananya tertulis "Budi, bapak kangen. Pulanglah. Bebas, mau ke rumah atau rahmatullah. Bareng bapak".

Comments

Popular posts from this blog

LANTAR SAMAR

AKU SEORANG PILOT

KEMENANGKALAHAN