NAFSU NAFSI

Aku yang orang desa ini pernah menitipkan mimpi pada suatu kota. Berharap apa yang biasa kulihat pada televisi menjadi kenyataan layak dekap. Mimpi tentang ini dan itu, tentang bermacam hal yang kuyakini mewakili kebahagiaan. Kesuksesan akan bukti bergunanya kelahiran.

Aku yang sebelumnya sekedar lelaki sederhana ini pernah banyak berbicara tentang cita pun cinta. Membanggakan apa yang orang sebut kebasian drama fiksi. Namun aku tidak pernah peduli, tidak juga berniat merubah diri. Karena apa yang ada dalam pikiranku adalah milikku dan untukku. Terserah. Soal bagaimana menghubungkannya dengan upaya memenuhi kesemestian, biar aku urus sembari berjalan membangun pondasi pemahaman.

Aku pernah begini, sebelumnya begitu. Ini dan itu yang berfusi dalam kenangan.

Aku. Tidak, kita semua pernah menjadi semacam bejana minim isi. Lalu berbagai fase menjadikan kita semakin kompleks, semakin absurd. Seolah kita yang sebelumnya hanya desa, menjadi kota. Dari sana kemudian memicu transisi terdistorsi, antara metropolitan ke metropolutan. Kita menjadi manifestasi sistem malfungsi. Personifikasi kekacauan.

Comments

Popular posts from this blog

LANTAR SAMAR

AKU SEORANG PILOT

KEMENANGKALAHAN